Selasa, 22 Maret 2016

National History Series: Japan’s Expansion to Indonesia

         Meiji’s restoration has not only changed the face of Japan, but also contribute to the development of world civilization. They invaded China in 1937, then went on the attack to the next target that is Thailand, Burma, Malaya, the Philippines and Netherlands Indies (Indonesia). In Indonesia, Japan gained rapid progress. Began to dominate Tarakan next Balikpapan, Pontianak, Banjarmasin, Palembang, Batavia (Jakarta), Bogor continue to Kalijati. Here in Kalijati, the Dutch army forces commander, Lt. H Ter Poorten unconditionally surrendered to Japan imperial government. Make no mistake that at that time, after more than 300 years colonized by the Dutch, Indonesia began to prepare for its independence.
       At first, Japan presence was well received by the people and nationalists. Because, the resurrection of the eastern nations. Eastern saw Japan victory as Asia victory over Europe, as the influence of Japanese propaganda. Nationalists in the Dutch colonial period was always pressed, but at the time of the Japanese occupation in fact invited to work together.
They are five biggest struggle organization during Japanese occupation period:

1.   3A Movement                                          

In his efforts to form a great East Asian countries, Japan formed a movement which has a motto: Nippon Light of Asia, Nippon Patron of Asia, Nippon Leader of Asia. Established in April 1942, this 3 A movement was led by Hihosyi syimizu (Japanese propagandists) and Mr. Samsudin (Indonesia).

2.       Putera (folk power center/Pusat Tenaga Rakyat)

The 3A movement disbanded because it is not effective. By March 1943 the Japanese government formed Putera (folk power center/Pusat Tenaga Rakyat) led by four series, ie Ir Soekarno, Drs Moh. Hatta, Ki Hajar Dewantara and K.H. Mas Mansur. The goal is to concentrate all the potential of Indonesian society to help Japan in the war of Asia Pacific.

3.       Cuo Sangi In

A institution which is in charge of proposing to the government and answering questions on political matters. This agency was formed on 1 August 1943 which consists of 43 people with Ir soekarno as its chairman.

4.       Jawa Hokokai (Javanese Devotional Assotiation)

Because Putera is more profitable for Indonesia than for Japan, on January 1, 1944 Putera replaced with Jawa Hokokai organization. The goal is to raise people's power and raised their devotional. In Japanese tradition, this devotional has three basic, is that  self-sacrifice, strengthen the brotherhood, and implement something with devotion.

       Majelis Islam Ala Indonesia (Islamic Council A'la Indonesia)

It is the only organization of national movements would still be allowed to stand during the Japanese occupation. As the official organization of Muslims these groups obtain leniency because it is considered the most anti-Western movement. This is the forerunner of Majelis Syuro Muslimin Indonesia (Masyumi), which is passed by gunseikan on 22 november 1943 with K.H. Hasyim Ashari as its chairman.
           Although just briefly, Japanese occupation had a huge impact in many aspects of life. The nationalists who joined in the institution made by Japan exploiting the situation for the development of national consciousness.  Although our resources are exploited on a large scale to support the war of Asia Pacific, Bahasa Indonesia more massive be used as the medium language of education. Newspapers and radio also began using  Bahasa Indonesia. Thanks to Japan for his willingness to give a chance the nationalists so that they can prepare for the independence of Indonesia.

Jumat, 18 Maret 2016

Kontribusi Teknologi Informasi terhadap Peningkatan Kualitas Pendidikan

     
Teknologi Informasi dan Komunikasi

    Masa terus bergulir. Teknologi yang diciptakan oleh manusia semakin canggih. Perkembangan teknologi sedikit banyak memengaruhi dunia pendidikan. Bahkan, pendidikan merupakan salah satu variabel yang mengkatroli kemajuan teknologi. Dalam hal ini, sekolah menjadi episentrumnya.
   Produk teknologi yang paling terasa pengaruhnya dalam jagat pendidikan yakni Teknologi Informasi dan Komunikasi. Sekolah yang menerapkan TIK dalam segala aktivitasnya terlihat semakin survive. Ini semua karena TIK menawarkan kemudahan dan efisiensi dalam pertukaran informasi. Di bidang administrasi keuangan, sekolah bisa mengelola dan mengkalkulasi anggaran secara cepat dan akurat. TIK membantu sekolah mengsensus barang yang dimiliki sekolah. Bahkan, TIK mampu memberi  rekomendasi perguruan tinggi beserta jurusannya bagi siswa SMA berdasarkan hasil akademik yang diraih. Terlihat sekolah yang terlambat pembangunan TIKnya jelas terlihat ketertinggalannya dibandingkan dengan sekolah yang terlebih dahulu matang penerapan TIKnya.
    Secara kasap mata, TIK memberi dampak yang besar terhadap kemajuan sekolah. Bahkan ada yang beranggapan bahwa sekolah yang bagus adalah sekolah yang maju TIKnya. Yang menjadi masalah apakah kemajuan penerapan TIK suatu sekolah berbanding lurus dengan kualitas layanan pendidikan sekolah tersebut. Karena orangtua menitipkan anaknya di sekolah agar anaknya menjadi generasi bangsa yang berakhlak mulia dan cerdas. Sistem TIK yang canggih tidak dapat menjamin tujuan anak disekolahkan bisa terakomodir. Menurut penulis, yang paling esensial adalah bagaimana sumber daya manusianya.
      Guru sebagai nahkoda dalam kegiatan belajar mengajar di kelas perlu dibekali keterampilan yang memadai agar sanggup membimbing siswanya menjadi pribadi yang sesuai harapan. Diharapkan guru tampil sebagai sosok pendidik, bukan hanya sekedar mengajar. Integritas manajemen sekolah turut memengaruhi citra sekolah di masyarakat. Ini juga merupakan urgensi dari pendidikan yang bermutu.
       Sistem yang representatif juga merupakan salah satu prasyarat terdongkraknya kualitas pendidikan. Kemendikbud selaku lembaga sentral pendidikan nasional hendaknya menelurkan kebijakan yang mampu meningkatkan kualitas akhlak peserta didik karena negara kita adalah negara yang beradab. Idealnya, suatu kebijakan seperti penerapan kurikulum sesuai dengan kondisi riil di lapangan sehingga pihak sekolah dapat dengan mudah menerima dan mengimplementasikan kebijakan tersebut.
       Yang tak kalah penting dalam penyelenggaraan pendidikan, adalah pendanaannya. Untuk sekolah negeri, pemerintah perlu menjamin bahwa sekolah mendapat bantuan operasional yang cukup. Sekolah boleh memungut SPP, DSP, uang kegiatan dan sebagainya asal besar tarifnya disesuaikan dengan kemampuan finansial orangtua masing-masing peserta didik. Jika sekolah memiliki anggaran yang cukup, semua kegiatan di sekolah baik intrakurikuler maupun ekstrakurikuler akan berjalan lancar. Tentu riskan menyelenggarakan pendidikan tanpa disokong anggaran yang cukup.
      Memang, TIK berhasil membuat sekolah mengikuti perkembangan zaman. Bahkan, perlu diakui TIK membantu kegiatan di sekolah utamanya berkaitan dengan pertukaran informasi menjadi cepat dan efisien. Namun, jika tidak dibarengi dengan SDM yang berkompeten, kebijakan yang mendukung, dan anggaran yang cukup maka jangan harap pendidikan yang berkualitas bisa terwujud. Seluruh stakeholders perlu mengevaluasi penyelenggaraan pendidikan di Indonesia apakah sudah sejalan dengan tujuan pendidikan nasional, yakni “Meningkatkan keimanan dan ketakwaan serta akhlak mulia dalam rangka mencerdaskan kehidupan bangsa.” (UUD 1945 pasal 31 ayat 3)